Tari piring sudah ada sejak 800 tahun yang lalu pada saat zaman Sri Wijaya. Tari piring mulai berkembang ke negeri melayu lainnya sejalur dengan lintas perdagangan di masa tersebut. Meskipun terdapat perbedaan pada tiap-tiap daerah di Sumatera Barat, tetapi tarian piring secara kesleuruhan memiliki persamaan secara konsep tentang sebuah ritual adat untuk persembahan. Tari piring merupakan ritual mengucapkan rasa syukur dari masyarakat kepada dewa-dewa setiap selesai panen. Ritual tersebut dilakukan dengan cara membawa sesaji makanan yang diletakkan pada piring sambil melakukan gerakan mengayun yang dinamis.Ketika masuk agama islam ke tanah Aceh maka tari piring menjadi hiburan bagi masyakarat yang digelar pada acara kendurian.
Tari Piring diawali dengan rebana dan gong yang dimainkan pemusik, rangkaian tarian dimainkan secara besamaan oleh beberapa orang penari. Tari piring dimainkan oleh penari berjumlah ganjil 3 sampai 7 orang dan penari menggunakan pakaian berwarna cerah dengan nuansa merah dan kuning keemasan.
Tari piring adalah jenis tari yang berasal dari kota Solok, di propinsi Sumatera Barat. Dalam bahasa setempat tari piring dikenal dengan nama Tari Piriang yang merupakan bahasa daerah setempat. Piring diletakkan di atas salah satu telapak tangan lalu diayun dengan gerakan-gerakan cepat yang teratur dan piring jangan sampai terlepas. Pada akhir tarian biasanya piring-piring yang dibawa penari tersebut akan dilemparkan ke lantai hingga pecah dan para penari akan menari di atas pecahan piring tersebut.